Inovasi Kecurangan Pungut Hitung Suara Pemilu

Editor: alafanews.com author photo

Oleh: Fahrul Abd Muid

Penulis adalah Dosen IAIN & Sekretaris ICMI Kota Ternate-Maluku Utara


Alafanews - Tinggal menghitung hari saja tahapan kampanye pemilu akan berakhir pada tanggal 10 Februari 2024 yang kemudian bergeser memasuki masa tenang selama tiga hari (tanggal 11, 12 dan 13 Februari 2024) sebuah masa yang mematikan semua aktifitas peserta pemilu untuk tidak lagi melakukan gerakan kampanye dalam bentuk atau metode kampanye apapun. Karena pada tanggal 14 Februari tahun 2024 akan dilaksanakan secara serentak bagi seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang masuk ketegori yang sangat krusial serta rawan yaitu tahapan pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara pemilu kita di TPS. Tahapan ini sangat menentukan nasib peserta pemilu tahun 2024 tentang siapa saja yang akan memperoleh suara terbanyak yang kemudian di konversi untuk memperoleh kouta kursi baik untuk kursi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan lebih-lebih untuk kouta kursi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029. Bagi peserta pemilu yang harus disiapkan secara matang adalah menyediakan para saksinya yang berkualitas untuk ditempatkan disemua TPS untuk bertugas menyaksikan secara langsung peristiwa pemungutan suara dan penghitungan suara yang secara normatif akan diselenggarakan oleh KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara). Maka tidak ada pilihan lain lagi bagi peserta pemilu agar menempatkan saksi-saksinya di TPS untuk menjadi saksi kunci dalam menyaksikan lalu-lintas pelaksanaan pemungutan suara yang di mulai pada pukul 07.00 dan berakhir pada pukul 13.00 dan kemudian dilanjutkan dengan penghitungan suara sampai dengan selesai untuk kemudian diumumkan hasilnya dengan cara menempelkan di papan pengumuman yang tersedia. Jika ada peserta pemilu yang tidak menempatkan 2 (dua) orang saksinya di TPS maka berpotensi akan mengalami kesulitan untuk mengetahui hasil perolehan suaranya dan dianggap peserta pemilu tersebut tidak profesional dalam mengikuti penyelenggaraan pemilu tahun 2024. 

Tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS akan disaksikan oleh para saksi peserta pemilu yang kurang lebih berjumlah 40 (empat puluh) orang saksi karena masing-masing peserta pemilu wajib memberikan mandat untuk 2 (dua) orang agar menjadi saksinya di TPS. Jika diperhatikan jumlah saksinya sangat banyak yang hadir dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS yang mustahil akan terjadi praktik kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dalam pelaksanaannya, tapi tidak ada yang memberikan jaminan yang utuh untuk tidak terjadi inovasi kecurangan, manipulasi dan kongkalikong dalam pelaksanaan pungut-hitung suara pemilu di TPS dan pasca penghitungan suara. Lagi-lagi saya berkata bahwa tahapan ini sangat mengandung situasi yang gawat, keadaan yang rawan dan banyak potensi untuk dilakukan inovasi kecurangan baru didalamnya. Potensi modus politik uang (money politic) bahwa kemungkinan terjadinya praktik jual-beli suara dengan memanfaatkan sisa surat suara yang tidak terpakai di TPS untuk dicoblos dan diberikan kepada kubu atau oknum tertentu yang sudah memesan dan/atau sudah sedari awal telah terjadi hubungan untuk bekerjasama dengan oknum KPPS yang kemudian menuliskan hasil yang berbeda antara hasil yang ada dilembar plano dengan yang tertulis dilembar formulir  C-hasil dengan penulisan angka yang sudah dirubah dalam perolehan suara untuk oknum tertentu, dan saat penghitungan surat suara yang dicoblos dalam surat suara tidak disebutkan melainkan yang disebutkan adalah caleg tertentu yang memang tidak dicoblos karena memang telah terjadi kerjasama inovasi kecurangan dan sudah memberikan imbalan materi kepadanya. Potensi kecurangan yang lain ditingkat PPK (panitia pemilihan kecamatan) untuk melakukan pengalihan suara dari satu atau lebih untuk calon lain dari Parpol dan dapil yang sama, dan juga pengalihan suara pada calon lain, selanjutnya inovasi kecurangan untuk pengalihan suara Parpol kepada calon tertentu dengan persetujuan KPPS/PPK, dengan alasan bahwa pengalihan suara tersebut dengan persetujuan Ketua dan anggota KPPS maupun PPK dengan alasan urusan internal Parpol. Pengalihan suara antar calon berbeda Parpol melalui broker dengan imbalan fulusiyyah serta penambahan atau pengurangan perolehan suara Parpol atau Caleg tertentu dengan mengganti angka agar terkesan tidak teliti dalam rekapitulasi perolehan suara. Politik uang (money politic) selama masa kampanye dan masa tenang berbentuk pembelian suara pemilih agar memilih calon tertentu atau yang dikenal dengan istilah “Serangan Fajar” dan/atau inovasi modus politik uang lainnya. Inilah modus-modus praktik jual-beli suara tersebut yang berpotensi akan terjadi pada saat pemungutan suara dan pacsa penghitungan suara.

Sejumlah potensi inovasi kecurangan yang bisa saja muncul pada tahapan pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilu 2024. Salah satunya adalah soal potensi terjadinya inovasi dugaan kecurangan di tempat pemungutan suara (TPS) hingga potensi praktik jual-beli suara. Nanti di TPS perhitungan suara itu ada yang protes, ada yang ribut, ada yang bikin kekerasan dan sebagainya, kemudian di tingkat desa nanti biasanya bentuk kerawanan modus politik uang itu dapat terjadi ketika pengiriman hasil penghitungan suara dari TPS bergeser menuju ke PPK di Kecamatan untuk dilakukan proses rekapitulasi perolehan suara tingkat Kecamatan dan hasilnya pun akan dikirim ke tingkat KPU Kabupaten/Kota. Biasanya terjadi praktik tukar-menukar dan jual-beli suara di dalam on proses ini. Kalau dulu secara vertikal dari atas perintahkan kebawah untuk dilakukan praktik kecurangan pemilu, tapi sekarang secara horizontal perintah kecurangan pemilu itu dilakukan. Misalnya, Partai Politik ini mencurangi partai Politik ini, yang kemudian digugat KPU-nya yang semoga tidak terlibat. Partai Politik ini membeli suara partai politik ini, orangnya dirugikan, tapi kemudian yang digugat KPU-nya yang juga semoga tidak terlibat dalam praktik itu. Inovasi kecurangan tersebut bisa dimitigasi jika para kandidat, baik legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) maupun pasangan capres-cawapres wajib memiliki formulir C-hasil yang lengkap saat pemungutan suara dan penghitungan suara pemilu. Para saksi-saksinya di lapangan harus memegang salinan formulir C-hasil dan salinan sertfikat hasil penghitungan suara sebagai bukti valid jika terjadi inovasi dugaan kecurangan pemilu yang dilakukan oleh pihak-pihak yang sudah kalah tapi ingin menang dalam pemilu dengan jalan melakukan inovasi kecurangan hasil pemilu. Untuk itu, pada saat pemilihan umum tahun 2024 nanti potensi kecurangan serupa akan tetap ada, lebih-lebih pada pemilihan calon legislatif yang tidak semua partai politik dan/atau calegnya miliki saksi, mereka yang bertarung dan tidak cukup membiayai saksinya di TPS, potensial kehilangan suara cukup besar karena berpotensi terjadi penggelembungan suara yang dilakukan oleh oknum-oknum yang dimaksud.

Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah menjaga harkat dan martabat dirinya dalam bingkai integritas dalam jiwanya dan komitmen yang tinggi dari penyelenggara pemilu untuk tetap istiqamah/konsisten dengan sikap yang tegas untuk wajib hukumnya mempertahankan iman netralitasnya sebagai penyelenggara pemilu untuk kemudian tidak tergoda dengan godaan-godaan, rayuan-rayuan dan adanya praktik pemberian imbalan yang menggiurkan itu oleh onknum-oknum tertentu, jika penyelenggara pemilu tingkat bawah yang sifatnya Ad Hoc (PPK, PPS, KPPS, Panwaslu, PKD dan PTPS) on the track atau tetap berada pada jalur yang benar (ihdinashshiraathal mustaqiim) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara, prosedur dan mekanimse penyelanggaraan tahapan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS yang kemudian secara berjenjang terhadap hasil rekapitulasi perolehan suara peserta pemilu tetap sama berdasarkan hasil penghitungan suara di TPS dan tidak terjadi perubahan sedikit pun dari tingkat bawah sampai dengan tingkat atas karena memang penyelenggaranya memberikan jaminan keshahihan tentang hasilnya dan penyelenggara sama sekali tidak ikut terlibat aktif dalam menciptakan inovasi kecurangan hasil pemilu ditingkat TPS, PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi dan KPU. 

Untuk memastikan terjaminnya hasil pemilu yang berintegritas dalam tahapan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS, maka dibutuhkan ketajaman tugas, wewenang dan kewajiban Bawaslu secara berjenjang yang harus aktif pengawasannya dan lebih-lebih tugas pengawasan pada tingkat Bawaslu Kabupaten/Kota yang memberikan proses monitoring pada penyelenggara tingkat Ad Hoc yaitu Panwaslu Kecamatan, Pengawas Desa/Kelurahan dan Pengawas TPS agar dikendalikan dan dikontrol dengan ketat dan tegas arahannya agar tetap konsisten menjaga iman netralitasnya agar melaksanakan tugas pengawasan yang tajam dan menyeluruh untuk memastikan bahwa pengawasannya harus berkualitas dengan cara wajib mencatat semua kejadian yang terjadi pada saat proses pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS dan dirinya harus terhindar dari praktik-praktik kompromi jahat yang merusak nilai-nilai pemilu kita. Sehingga keberadaan from A hasil pengawasan wajib diisi oleh pengawas TPS dan harus mendokumentasikan setiap peristiwa yang terjadi pada saat pungut-hitung suara di TPS. Bergandengan tangan dalam kebaikan untuk semua pihak yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS agar prosesnya berlangsung secara langsung, bebas, umum, rahasia, jujur dan adil. Penyelanggara pemilu wajib mengunci secara rapat pintu kecurangan agar tidak terbuka lebar terjadinya inovasi kecurangan pemilu. Karena ancaman sanksi pidananya sangat berat bagi pihak yang dengan sengaja melakukan perbuatan melakukan inovasi kecurangan hasil pemilu. Semoga tulisan ini bermanfaat. Wallahu ‘alam Bishshawab.


 


 


 


 


Share:
Komentar

Berita Terkini