(Membaca Rebutan Kuasa Dalam Pemilu 2024)
Oleh : Salim Taib
Ketua Bidang Idiologi Dan Kaderisasi DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku Utara
Demokrasi di dalam masyarakat maju bisa didefenisakan sebagai sistem politik, sistem ekonomi, yang diatur dalam kontitusi, dalam konteks ini, seluruh anak bangsa mempunyai kepentingan yang sama untuk turut mempengaruhi dan terlibat dalam keputusan-keputusan dengan cara memilih dari sekian opsi, terhadap langka kebijakan yang harus di ambil, bagaimana model serta isi dari konstitusi tersebut. Pada aras ini Seymour Martin Lipset mengutip Josep Schumpeter dan Max Weber, mengatakan setidaknya ada tiga implikasi atau prasyarat khusus yakni: pertama, keyakinan-keyakinan yang berkaitan dengan institusi-institusi yang dianggap sah yakni yang diterima oleh semua orang sebagai institusi yang memiliki kunstitusi, kedua, adanya sekelompok pemimpimpin yang berkuasa, dan ketiga, sekelompok atau beberapa kelompok yang diakui yang bersaing memperebutkan kekuasaan.
Konstitusi merupakan konsensus bersama semua pemangu kepentingan, yang mengagregasi kepentingan rakyat untuk dirumuskan dalam suatu rumusan dan dituangkan dalam bentuk aturan, ditaati dan dijalankan, sebagai kompas yang mengarahkan jalan, oleh Bung Karno menyebutnya sebagai jembatan emas mewujudkan kemakmuran bersama. Sebuah opsi yang harus dilakukan apapun rumusannya, dan benar-benar isi rumusan tersebut mengatur hajad hidup orang banyak sebagai gambaran kebutuhan rakyat pada masa yang akan datang dan dalam waktu lama, baik kebutuhan ekonomi, politik, hukum.
Pada Negara yang berdaulat dengan pencapaian sejarah panjang perjuangannya dalam melepaskan diri dari kungkungan kolonialisme, penjajahan, senyatanya harus memiliki dasar serta asas-asas kontitusi, karena memang realitas kehidupan berbangsa setelah kemerdekaan tidak dapat dihindari ruang pengepungan atas berlangsunya benturan idiologi lain. Idiologi-idiologi global akan bermetamorfosis masuk dalam jantung perumusan konstitusi. Pada aras inilah oleh Martin Wolf dalam bukunya “Globalisasi Jalan Menuju Kesejahteraan” mengatakan bahwa “Negara-Negara berdaulat sedang terlibat dalam perang deregulasi kompetetif, Setiap jenis kapitalisme yang ada sekarang sudah dilemparkan kedalam wajan pelebur, semua model institusi pasar yang dikenal sedang bermutasi, sementara kompotisi global berlangsung melalui struktur-struktur negara berdaulat. (2007: 300)
Dari penjelasan John Gray di atas dapat dikatakan bahwa negara yang berdaulat setelah kemerdekaan tidak bisa menghindari diri dari benturan kepentingan idiologi bangsa-bangsa lain, mereka akan terus bermutasi dalam ruang-ruang pembuatan regulasi oleh negara. Dan Indonesia kini begitu terasa dari perang deregulasi konstitusi berupa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam kilasan sejarah pada fase awal kemerdekaan serunya perdebatan diskursus oleh para pendiri bangsa, menjadi tonggak sejarah emas, bagaimana kecerdasan mereka membaca arus ekspansi kapitalisme, komunisme serta idiologi lain yang bisa saja masuk dalam rancangan Undang-Undang Dasar 1945.
Kecerdasan membaca atas pergumulan idiologi lain, dan memilih sendiri jalan yang akan ditempuh demi sebuah Bangsa yang merdeka dan berdaulat. Para pendiri meletakkan dasar-dasar pembangunan politik, pembangunan ekonomi dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 dengan penuh arti, dan makna yang sangat dalam upaya penghindaran ekskalasi konflik yang sedang berlangsung antar idiologi pada saat itu. Pada kepentingan dua kutub saling berlawanan tersebut para pendiri bangsa berkepentingan langsung dalam perumusan Undang-Undangan Dasar 1945, disinilah letak masa depan pembangunan ekonomi Indonesia, yang jika didekati dalam teori pembangunan ekonomi Adama Smith menyebutkan adanya hukum alam, dalam doktrin hukum alam Adam Smit mengganggap setiap orang sebagai hakim yang paling tahu akan kepentingan negaranya sendiri yang sebaiknya dibiarkan dengan bebas mengejar kepentingannya itu demi keuntungannya sendiri, (2014: 81), mungkin hal ini lebih ditafsir pada konteks diri sendiri, namun dalam hal para pendiri bangsa meletakkan fondasi bangunan bernegara, mereka lebih memilih jalannya sendiri tanpa harus mengadopsi sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis ini tergambar dalam Konstitusi yang mereka rumusankan bersama-sama.
Pemilu 2024 sudah berada dalam tahapan pendaftaran Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang ikut berkontestasi pada 14 Februari 2024, sebut saja ada tiga Calon Presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Prabowo-Gibran serta Anis-Muhaimin tiga calon Prsiden akan memperebutkan kekuasaan Presiden, tulisan ini mencoba membaca lintasan frekwensi atas gerak proses pemaketan Capres dan Cawapres yang membuat tsunami politik di ruang publik, perdebatanpun terjadi sebegitu massif, para pengamat politik ekonomi, para akademisi, Mahasiswa dan bahkan masyarakat biasapun ikut berbincang dengan alasan-alasan rasional.
Perdebatan dengan penuh kecurigaan dimana ada perubahan yang sangat fundamental atas syarat usia Calon Presiden dan Wakil Presiden berusia 40 tahun atau pernah menjabat sebagai wali kota, bupati dan Gubernur, perubahan pasal tersebut adalah karpet merah yang dibuat untuk seorang anak muda bernama Gibran Rakabuming Raka karena mungkin ayahnya sang Presiden, beliaupun yang belia itu mulus menaklukkan para politisi kawakan, kandas dan terkapar atas keinginan-keinginan dalam proses pencalonan mereka, pada aras ini kita tidak perlu mencurugai yang berlebihan atas keberlangsungan “dinasti politik” karena dengan perubahan syarat pencolanan itu memberi hamparan ruang untuk semua anak bangsa, tapi kita tidak harus berhenti disini. Ada keberlanjutan dalam perpektif lain bahwa kekuasaan tertinggi dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia ada di tangan Presiden.
Sebagaimana UUD 1945 mengatur tentang Wewenang, kewajiban, dan kedudukan Presiden antara lain: sebagai kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, pada konteks ini di tangan Presiden melekat otoritas tertinggi yang ditugaskan untuk mengelolah resauce baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang diperuntukkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bumi, alam, laut dan udara Indonesia adalah taman eden atau sepenggal syurga yang dicampakkan Tuhan ke bumi, karena itulah Bangsa Indonesia menjadi lahan rebutan dari bangsa-bangsa lain bila didekati dari geopolitik dan geo ekonomi global, Indonesia adalah ring perebutan dan pertarungan. Maka dipastikan kontestasi pilpres 2024 ada intervensi Negara-negara kuat.
Mungkin saja model campur tangan kepentingan politik dan ekonomi Negara lain terhadap Indonesa pada Pemilu Presiden 2024 dengan menerobos masuk perubahan regulasi Undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017 pasal 169 yang awalnya syarat usia paling rendah 40 tahun yang MK meutuskan, Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. Andaikan perubahan pasal tersebut terjadi di forum-forum permusyawaratan tertinggi organisasi kepemudaan pasti akan terjadi perkelahian yang menumpahkan darah, jadi sekarang bukan soal Gibran tapi di balik Gibran, pada perspektif ini oleh Gusdur mengatakan kita jangan membaca permainan politik di permukaan tapi harus membacanya di panggung belakang, siapa pemain yang memainkan permainan panggung itu
Keterlibatan banyak pemain yang bermain dibelakang panggung. Untuk men-setting secara politk, ekonomi, budaya serta idiologi, akan menerabas masuk mengganggu kedaulatan ekonomi politik yang telah di atur dalam Undang-Undang Dasar 1945, toh kita juga telah banyak mengalami perubahan fundamental atas aturan perundang-undangan yang menjadi konsensus bersama dengan gampang aturan itu merampas hak dan kedaulatan Negara di bidang ekonomi, dan politik atas nama investasi dan korporasi undang-undang cipta kerjapun lahir semua ini tidak terlepas dari manuver oligarki ekonomi yang telah membelokkan haluan Nalar Politik Ekonomi dalam mandat Konstitusi bahwa ekonomi dibangun berdasarkan brotherhood kekeluargaan.