Yusri A. Boko (Akademisi) |
Ternate, Alafanews - Laporan Plt Gubernur Maluku Utara Al Yasin Ali terhadap Pengamat Kebijakan Publik, Salim Taib ke Ditreskrimsus Polda Maluku Utara menuai sorotan dari kalangan Akademisi. Laporan tersebut berkaitan dengan komentar Salim Taib terhadap kebijakan Al Yasin akhir-akhir ini di salah satu media online dengan judul "Pengamat Sebut Wujud Fir’aun Melekat di Kepemimpinan Plt Gubernur."
Al Yasin melalui kuasa hukumnya Agus Salim R Tampilang lalu melaporkan Salim Taib yang juga Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor ke Ditreskrimsus Polda Maluku Utara, pada Senin (8/4) kemarin.
Akademisi STKIP Kie Raha Ternate, Yusri A. Boko sangat menyayangkan dengan sikap Plt Gubernur. menurutnya, apa yang dilakukan Plt Gubernur tidak mencerminkan seorang pemimpin yang bijak. Karena dengan melaporkan Salim Taib kepada pihak kepolisian adalah bentuk dari pembungkaman reformasi atau demokrasi dan hilangnya literasi sastra.
Dia menjelaskan, Salim Taib meletakan kritiknya sebagai pengamat kebijakan public. Dalam dunia akademisi, biasanya dikenal dengan kata “pengamat” atau “mengamati” sebagai suatu studi fenomenalogi. Dimana, fenomenalogi sebagai suatu studi pada bidang filsafat yang mempelajari manusia atau individu sebagai suatu fenomena yang bertujuan memahami berbagai macam peristiwa atau interaksi manusia dalam situasi tertentu.
Karena itu, tugas sebagai seorang pengamat adalah mendeskripsikan fenomena tersebut melalui media dan itu bagian dari control society (control masyarakat). Sehingga dengan melaporkan Salim Taib samahalnya Plt Gubernur mencederai “Spirit Reformasi”, spirit tersebut dapat dilihat dari pergantian kekuasaan dari Orde baru (ORBA) ke era-reformasi. Salah satu variable dalam kekuasaan Orba adalah antikritik dan otoriter.
"Pasca Orba, kita membutuhkan pembenahan ditengah ketidakstabilan politik dan ekonomi. Tuntutannya adalah demokrasi. Meminjam pernyataan Prof. Jimly Asshiddiqe bahwa pemerintahan yang terbuka dan bertanggungjawab merupakan salah satu prinsip demokrasi Pancasila. Oleh karena itu, Plt Gubernur harus menggunakan hati dan pikiran yang luas dalam memaknai setiap kritik. Dan tidak bisa dekaden dengan kritik," jelasnya, Selasa (9/4).
Dia menyatakan, Salim Taib mencoba melihat pergantian Samsuddin A. Kadir dari jabatannya yang digantikan oleh Salmin Janidi sebagai Plt Sekretaris Daerah merupakan gambaran pemerintahan yang penuh masalah. Termasuk juga masalah keputusan Plt Gubernur menolak hasil asessmen dari Panitia Seleksi (Pansel) untuk beberapa OPD merupakan krisis akal sehat.
"Kenapa?", Karena PANSEL adalah akademisi yang integritasnya tidak diragukan. Maka Plt Gubernur harus berfikir, kalau surat keputusan itu keluar dari seorang kulih bangunan, maka Salim Taib tidak perlu mengeluarkan kritik. Tapi karena itu dikeluarkan oleh seorang pemimpin maka wajar publik menilai bahkan mengkritisi," cecarnya.
Dikatakan Yusri, pemimpin harus mampu menerima kritik, karena pemimpin yang menerima kritik otomatis ia mengetahui kelemahan dan kekurangan dirinya. Namun, jika pemimpin tidak mau dikritik maka ia tidak akan mengetahui kelemahan dan kekurangan dirinya.
"Ingat, kalau Plt Gubernur adalah Publik figur. Dimanapun Anda melangkah mata publik selalu mengikuti," ujar Yusri.
Semestinya, sambung dia, Plt Gubernur paham bahwa Salim Taib dalam komentarnya sebenarnya menggunakan kalimat “wujud Fir’aun” itu “diksi”, gambaran tentang keserakahan kekuasaan karena cara-cara yang digunakan mendekatkan pada cerita-cerita kekaisaran mesir kuno. Sehingga Plt Gubernur tak perlu tersinggung dengan kalimat tersebut.
"Buat apa tersinggung karena narasi Salim Taib adalah narasi yang dapat dikonfirmasi kembali melalui tulisan pula. Misalnya Plt Gubernur menulis judulnya: “ Anda sudah melihat Fir’aun?”: (Sanggahan Atas Tulisan Salim Taib). Kalau Plt Gubernur menggunakan cara literasi maka ini sejarah baru. Plt Gubernur bisa menggunakan hukum negasi ke negasi," katanya.
"Artinya, Plt Gubernur bisa menyangkal pernyataan Salim Taib melalui pendekatan yang rasional. Misalnya Sekda diangkat melalui SK Presiden. masa diganti dengan penunjukkan melalui SK Plt Gubernur. Nah, jawaban Gubernur bagaimana. Ketimbang lapor, lama-lama diksi tidak bisa dipakai untuk mengkritisi ketimpangan dan lain-lain," tambahnya.
Disisi lain, kata dia, yang belum diketahui Plt Gubernur adalah Salim Taib selain sebagai politisi ia juga penulis yang selalu menyelipkan istilah-istilah dalam dunia bahasa dan sastra disetiap tulisannya. salah satu tulisan opini dia dengan judul: “Politik Pilatu”, tulisan itu mengkritisi pemerintah Provinsi dibawah kekuasaan Abdul Gani Kasuba (AGK). Namun, AGK tidak merasa terganggu karena itu wujud dari ekspresi berpendapat dan dinamisasi demokrasi.
"Intinya pemimpin harus dewasa. Jangan ciptakan kekosongan dalam kepala. Mengutip Rocky Gerung: “saya tidak menghina fisiknya tapi saya menghina isi kepalanya," pungkas Yusri, seraya menegaskan selamatkan akal sehat dan jangan bungkam demokrasi. (Red)