Transformasi Perpustakaan untuk Literasi Kesejahteraan

Editor: alafanews.com author photo

Oleh: Udin Umar, S,Pd

(Pegiat Perpustakaan Daerah Kabupaten Halmahera Selatan)


Persepsi setiap orang ketika mendengar kata perpustakaan yang muncul dibenaknya adalah sebuah gedung yang didalamnya terdapat sejumlah Judul dan Eksemplar Buku pada semua jenis perpustakaan apakah perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, perpustakaan desa dan lain-lain. Persepsi demikian sebenarnya tidak salah karena kenyataannya demikian adanya. Pahal saat ini Pepustakaan Nasional sejak tahun 2018 menggaungkan program unggulan yang disebut Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang disingkat TPBIS. Dimana dari program ini mendorong transformasi perpustakaan dari yang mengurusi soal teks dengan segala tetek bengekya ke upaya dan langkah-langkah strategis mewujudkan “Literasi Untuk Kesejahteraan”. 

Artinya Perpustakaan tak lagi hanya menjadi tempat untuk membaca buku. Melainkan  melalui program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, perpustakaan hadir untuk mensejahterakan masyarakat.

Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Masyarakat Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Deni Kurniadi mengatakan, program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial mengadopsi dari program PerpuSeru dari Bill and Melinda Gate Foundation di tahun 2011-2018.

Melihat keberhasilan program ini, lanjut Deni, yang tidak hanya mencerdaskan masyarakat tetapi juga mensejahterakan. Perpusnas didukung Bappenas, dan DPR untuk mengusung program serupa bernama transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial sejak 2018.

"Program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial menjadi program prioritas nasional, untuk mencerdaskan dan program ini ikut mengentaskan kemiskinan," ujar Deni dalam Webinar Nasional, Literasi untuk Kesejahteraan Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang digelar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur dengan Perpusnas, secara daring pada Senin (15/11/2021). (dikutip dari : Laman Berita Perpusnas.go.id Jumat, 30 Agustus 2024)

Secara regulasi Pasal 3 Peraturan Perpustakaan Nasional Nomor 3 tahun 2023 tentang Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial menjelaskan bahwa Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial bertujuan untuk: a) meningkatkan peran dan fungsi Perpustakaan dalam meningkatkan kesejahteraan Masyarakat; b) meningkatkan kualitas layanan Perpustakaan; c) meningkatkan pemanfaatan layanan oleh Masyarakat sesuai dengan kebutuhan Masyarakat; d) membangun komitmen dan dukungan Pemangku Kepentingan untuk Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang berkelanjutan; dan e) meningkatkan kemampuan Literasi dalam mendukung pemberdayaan Masyarakat. Merujuk pada tujuan  transformasi perpustakaan di atas maka sudah saatnya pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten kota konsen pada program ini. Karena dampak masifnya akan menyentuh langsung pada masyarakat marginal yang hidup di pelosok-pelosok desa dengan pendapatan yang terbatas tapi mendominasi sebagian besar wilayah Republik ini.

Yang jadi soal adalah ketidaktahuan sekolah, perpustakaan desa, termasuk komunitas literasi bahwa mereka adalah mitra TPBIS yang mempunyai kewajiban mengimput setiap kegiatan diperpustakaan masing ke Sistem Informasi Manajemen  agar aktifitasny terpublikasi dan Key Permance Indikator (KPI) bisa mencapai target yang di tetapkan.  Kalau dilihat dari data pada SIM jumat 30 Agustus 2024 Untuk Wilayah Maluku Utara dengan sample  Kabupaten Halmahera Selatan dapat di sajikan sebagai berikut:

Tabel 1. Data Capaian KPI Mitra TPBIS Kab, Halmahera Selatan per jumat 30 Agustus 2024


Pada table 1 terlihat bahwa ada 9 Mitra PTBIS tapi yang menginput aktfitasnya di SIM hanya 3 Perpustakaan komunitas dan Perpustakaan Desa. Setelah ditelusuri ternyata 6 komunitas tidak mengetahui kalau ada inputan data yang harus di isi sehingga aktifitas perpustakaan dimaksud dapat dimonitoring secara berkala.

Tabel 2 Data Aktifitas Perpustakaan Daerah Kab, Halsel samapai 30 Agustus 2024


Pada table 2 terlihat capaian kinerja Perpustakaan Daerah Kabupaten Halmahera Selatan, padahal posisi per 30 Mei belum mencapai KPI yang diharapkan. Hal yang menentukan adalah selama ini terdapat mismanajemen dan mispersepsi pada tataran organisatoris yang menggerakkkan capaian kinerja TPBIS di Kabupaten Halmahera Selatan. Oleh karena itu sudah saatnya harus ada perbaikan tata kelola dan reformasi birokrasi menyeluruh di instansi teknis pengendali sehingga giat transformasi dapat melaju pada rel yang benar dan efektif.

Selanjutnya pada garafik berikut terlihat bahwa kegiatan Perpustakaan Daerah melibatkan masyarakat dari berbagai unsur baik kelompok sosial, usia, pendidikan maupun jenis kelamin. Hal ini memberi gambaran bahwa dalam perpustakaan terjadi interaksi yang berujung pada transformasi nilai yang sangat berarti bagi pembangunan perdaban manusia.  Hal ini senapas dengan yang digambarkan oleh Margaret Mied, seorang antropolog Amerika  dari Columbia University yang memusatkan studinya terhadap asuhan anak, kepribadian dan kebudayaan menyatakan bahwa sesungguhnya Transformasi Ilmu Pengetahuan itu melaju pada tiga fase yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, fase Pramodernisme dimana tranfer of knowledge  itu berlangsung secara lisan dimana penutur dan petutur berhadapan secara langsung dengan ujaran lisan yang sama-sama saling dimengerti. Kedua, Fase Modernisme Dimana transformasi ilmu pengetahuan di masyarakat berlangsung terbatas pada ruang, tempat dan waktu. Pada fase ini transformasi pengetahuan berlangsung pada ruang kelas atau ruang kuliah, dapat terjadi pada sekolah-sekolah atau kampus-kampus dan pelaksanaannya dijadwalkan sesuai durasi waktu tertentu. Ketiga, Postmodernisme. Pada masa post modernisme maka transformasi ilmu pengetahuan berlangsung dimana saja, dan kapan saja tanpa dibatasi oleh ruang, tempat dan waktu. Saat ini kita sedang berada pada fase tersebut dimana transformasi pengetahuan, kebudayaan dan peradaban dapat berlangsung melintasi batas-batas ruang, tempat dan waktu karena dunia saat ini dikenal sebagai dunia tanpa batas.

Berikut disajikan data pelibatan Masyarakat pada layanan pepustakaan daerah kabupaten Halmahera Selatan Selatan dari rentang waktu Maret-Agustus 2024 dimana jumlah pengguna layanan dari jenis kelamin terdapat laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Dari sisi jenis kegiatan didominasi oleh jenis kegiatan promosi dari pada pelatihan karena keberadaan perpustakaan daerah harus tersosialisasikan kepada calon pemustaka pada satuan Pendidikan dan struktur pemerintahan lainnya. Sementara itu jumlah peserta berdasarkan sasaran layanan, maka jumlah peserta anak-anak lebiha dominan, selanjutnya diikuti pelajar, mahasiswa dan umum. Sedangkan jumlah peserta berdasarkan bidang kegiatan maka bidang Pendidikan jauh mendominasi dibandingkan lainnya.

Tabel 3. Pelibatan Masyarakat pada kegiatan Perpustakaan Daerah Kab. Halmahera Selatan



Literasi Untuk Kesejahteraan

Saat ini menurut para ekonom, jutaan Masyarakat kelas menengah Indonesia mengalami turun kelas. Sebagaimana diberitakan Media Indonesia edisi 2 September “Sebagian turun ke level calon kelas menengah (aspiring middle class), sebagian lagi anjlok menuju masyarakat rentan miskin. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk kelas menengah turun tajam dalam lima tahun terakhir, dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024.”

Kalau melihat realitas di masyakat kita saat ini maka ini bukanlah pepesan kosong. Kenapa cobalah sedikit turunkan ego kita untuk menengok dapur-dapur kelas menengah kita. Hampir sebagian pasti mengeluh dengan melangitnya harga barang di pasaran. Malah pada wilayah yang menjadi pusat produksi komoditas tertentu harganya malah menyamai wilayah yang menjadi konsentrasi konsumen. Lalu pertanyaanya adalah apa yang harus dilakukan untuk Kembali bangkit dari keterpurukan kelas menengah kita? 

Kita meyakini bahwa literai ekonomis sangat diperlukan untuk reorientasi pola pikir warga masyarakat agar mulai melakukan aktifitas yang menguntungkan secara ekonomi. Disinilah peran perpustakaan melalui Transformasi Perpustaakan Berbasis Inklusi Sosial atau yang disingkat TPBIS. Dengan adanya referensi yang tersedia maupun nunsa dan wacana yang diciptakan oleh komunitas literasi, maka Masyarakat akan terbiasa dengan narasi-narasi intelektualitas berkelas yang akan berdampak secara langsung terhadap penciptaan kondisi yang memungkinkan bagi terciptanya pertumbuhan budaya literasi di seluruh struktur sosial. Lantas apa relasinya antara akselerasi budaya literasi dan kesejahteraan ekonomi. Disinilah entri point kenapa program ini digagas Perpusnas RI dan disetujui Bappenas yang kemudian menjadi tag line program yaitu “ Literasi untuk Kesejahteraan “. Maka itu seluruh stakeholders yaitu Pemda, camat, kades, sekolah serta pegiat literasi harus bergerak seiya sekata untuk menyejahterakan masyarakat dengan mengajak masyarakat mari : “Torang Baca, Torang Tulis, Torang Berkarya”. Salam sehat salam literasi. Wallahuallam bissawab. (Bersambung)





Share:
Komentar

Berita Terkini