![]() |
Kadri Laetje |
Alafanews.com, TERNATE - Asisten 1 Setda Maluku Utara, Kadri Laetje, menanggapi soal polemik tiga Pulau Maluku Utara yang diklaim masuk Papua Barat Daya oleh Pemerintah setempat. Tiga Pulau itu yakni Pulau Piyai, Say, dan Kiyai.
Mantan Plh. Sekda Maluku Utara ini mengingatkan Pemerintah Papua Barat Daya agar tidak usah meributkan lagi soal tiga Pulau tersebut. Menurutnya, secara de facto maupun de jure, tiga pulau tersebut merupakan bagian dari Kabupaten Halmahera tengah, Provinsi Maluku utara.
"Ketika Provinsi Maluku Utara di tetapkan dengan undang-undang 46 tahun 1999 hingga diubah menjadi undang-undang nomor 6 tahun 2000, jelas sksistensinya berada di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara," kata Kadri kepada awak media di Ternate, Sabtu (27/9/2025).
Kadri menuturkan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan RI melalui Dinas Perikanan Provinsi Maluku Utara juga pernah melakukan toponame, identifikasi, serta ratifikasi nama gugus pulau di wilayah tersebut. Di mana, tiga pulau itu dimasukkan dalam wilayah adat Patani Gebe, Desa Gimya, Halmahera Tengah. Hal ini diperkuat oleh Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 tentang penetapan wilayah kepulauan, yang dengan jelas membedakan gugus pulau yang masuk ke Raja Ampat, Papua Barat Daya, dan gugus pulau yang masuk Maluku Utara.
"Sedangakan untuk pendekatan Defacto; Lebih jelas lagi, dimana penamaan pulau itu oleh masyarakat adat Patani Gebe Desa Gimya, di situ ada tanaman tahunan masyarakat berupa kelapa, sumber kehidupan yang berkelanjutan dari jaman moloku kie raha, jaman kerajaan hingga jaman kesultanan," jelasnya.
Kadri mencontohkan masalah ini dengan kasus Sipadan dan Ligitan yang diputuskan masuk wilayah Malaysia berdasarkan hukum kebiasaan. Menurutnya, jika sewaktu-waktu masalah ini kemudian berlanjut hingga ke Mahkamah Arbitrase Internasional, maka jelas keputusannya berdasarkan hukum kebiasaan.
"Jika tidak mendapat perundingan damai lalu naik ke Mahkamah Arbitrise, maka yang di pakai adalah pendekatan hukum Customary law, yaitu hukum kebiasaan di mana tiga pulau itu sudah bernaung kebiasaan hidup masyarakat Patani Gebe sebagai sumber hidup jaman dahulu kala. Jadi secara hukum Custumery law jelas milik Halmahera Tengah, Maluku Utara," tutupnya. (*)