![]() |
| Rafiq Kailul (kiri), Shanty Alda Nathalia (kanan) |
TERNATE - Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila Maluku Utara dan LSM Moluccas Coruption Watch (MCW) akan menyerahkan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai dugaan aktivitas tambang nikel ilegal di Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Mereka akan melaporkan Shanty Alda Nathalia, karena diduga merupakan pemilik tambang ilegal yang beroperasi di Pulau Gebe, yakni PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima.
"Dua perusahaan itu teridentifikasi milik Ibu Shanty. Kami sudah menyiapkan laporannya, rencananya pekan ini kita laporkan secara resmi ke KPK," kata Juru Bicara MPW Pemuda Pancasila Malut, Rafiq Kailul di Ternate, Selasa 9 September 2025.
Rafiq mengungkapkan bahwa izin kedua perusahaan tersebut diduga tidak memenuhi kriteria Clean and Clear (CnC), izin usaha pertambangan (IUP) tidak melalui mekanisme lelang, tidak menyampaikan rencana reklamasi serta tidak ada jaminan pasca tambang.
"Secara hukum, izin-izin ini cacat sejak lahir, maka itu sudah termasuk pelanggaran dan masuk kategori tambang ilegal atau illegal mining," ungkap Opik sapaan akrab Rafiq Kailul.
Selain itu, citra satelit menunjukan kerusakan lingkungan yang cukup parah terjadi di Pulau Gebe, akibat dugaan aktivitas penambangan ilegal yang dilakukan kedua perusahaan tersebut.
Puluhan alat berat berupa buldoser terus bergerak dan menjangkau lahan sesuai rencana, mengakibatkan kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air, udara, hingga erosi tanah dan kerusakan keanekaragaman hayati.
"Investasi tambang ilegal jangan dibiarkan tumbu subur. Kita harus laporkan dan menuntut kerugian negara. Kami tidak anti-investasi. Kami pro pada investasi yang berkelanjutan, taat hukum, dan menghormati hak-hak rakyat serta kedaulatan lingkungan. Apa yang terjadi di Gebe adalah contoh nyata dari bisnis as usual yang mengorbankan masa depan pulau dan generasi,” tambah Opik.
Sebelumnya, Praktisi Hukum Dr Hendra Karianga ikut menyorot aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima di Pulau Gebe.
Menurut Hendra, jika ditinjau dari aspek regulasi, perusahaan tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Oleh sebab itu, ia mendorong adanya keterlibatan lembaga negara seperti Badan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kejaksaan Agung untuk melakukan investigasi terhadap izin-izin tambang tersebut.
"Jika ada aktivitas tambang yang tetap beroperasi tanpa pengawasan dan melanggar ketentuan administratif, maka itu sudah termasuk pelanggaran dan masuk kategori tambang ilegal. Lembaga penegak hukum seperti BPK, KPK, dan Kejagung harus bertindak," katanya ketika dihubungi Alafanews pekan lalu.
Sekedar informasi, Shanty Alda Nathalia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyuapan terhadap mendiang Almarhum Abdul Gani Kasuba (AGK) selaku gubernur Maluku Utara.
Shanty Alda sempat mangkir dua kali dari panggilan Penyidik KPK, pada 29 Januari dan Selasa, 20 Februari 2024.
Dalam pengembangan kasus ini, KPK menjerat Muhaimin Syarif sebagai tersangka suap perizinan dan proyek.
Alafanews.com berusaha menghubungi Shanty Alda Nathalia. Namun upaya konfirmasi sejak Senin hingga Selasa 9 September belum bersambut. (*)
