RSUD Labuha Tak Punya Alat CT-Scan

Editor: alafanews.com author photo

Halsel - RSUD Labuha kini kembali menjadi sorotan, Seorang pasien berinisial RI korban kecelakaan pada 5 Juni 2025 dengan benturan kepala, terpaksa menunggu selama dua hari tanpa bisa menjalani pemeriksaan CT-Scan yang mutlak dibutuhkan untuk diagnosis luka otak kritisnya.

Pasien yang masuk ke rumah sakit sejak Kamis malam itu akan di rujuk ke RS Chasan Boesoirie. Setelah menunggu hasil Rongseng selama dua hari alat CT-Scan di RSUD Labuha tidak lagi berfungsi. 

 “Alat CT-Scan ada, tapi daya listrik tidak mencukupi untuk mengoperasikannya,” Ujar Munawir, petugas klinik bedah RSUD Labuha saat diwawancara, Sabtu 7/6/2025. 

Permasalahan ini seharusnya tidak terjadi di rumah sakit rujukan kabupaten. Namun, fakta bahwa layanan vital terhambat oleh masalah listrik ini menunjukkan lemahnya sistem pengelolaan dan pengawasan manajemen RSUD Labuha.

Salah satu sumber yang enggan menyebut namanya mengungkapkan persoalan ini berkaitan langsung dengan pengelolaan anggaran rumah sakit yang amburadul. Dana yang cukup besar tiap tahun seolah menguap tanpa hasil nyata, sementara kebutuhan mendesak seperti stabilisasi listrik dan perawatan alat medis penting terus terabaikan.

 “Setiap tahun anggaran cukup besar, tapi tidak ada komitmen serius untuk memastikan fasilitas berfungsi dengan baik. Listrik sebagai kebutuhan dasar saja tak mampu dipenuhi, apalagi pelayanan optimal,” ungkapnya (7/6/2025).

Kegagalan ini jelas menyoroti ketidakmampuan dan lemahnya pengawasan dari pimpinan RSUD Labuha dr. Titin harus bertanggungjawab. Publik kini menuntut transparansi atas penggunaan dana yang diterima dan meminta pertanggungjawaban atas buruknya pelayanan.

Keluarga pasien RI menyuarakan kekhawatiran mendalam akan keselamatan pasien dan menuntut tindakan cepat dari pihak rumah sakit serta pemerintah daerah.

“Ini soal nyawa manusia, bukan sekadar masalah alat atau teknis. Kami mendesak RSUD Labuha dan Dinas Kesehatan untuk segera memperbaiki fasilitas dan memberikan pelayanan yang layak,” ujar anggota keluarga.

Namun saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, Direktur RSUD Labuha, dr. Titin, tidak memberikan tanggapan saat dikonfirmasi lalu menghubungi Sekretaris RSUD, Laode Emi, yang justru mengungkap fakta mengejutkan: RSUD Labuha saat ini belum memiliki alat CT-Scan sama sekali. 

Menurutnya, pengadaan baru akan diajukan ke Kementerian Kesehatan pada tahun 2026. Ia juga menyebut bahwa pernah ada alat CT-Scan sebelumnya, namun rusak akibat daya listrik PLN yang tidak stabil. “Pernah ada, tapi kita tidak tahu pengadaan tahun berapa. Saat itu kita masih staf biasa,” ujar Laode (7/6). 

Pernyataan ini justru menambah lapisan kebingungan dan ketidakjelasan. Sebab, sebelumnya petugas klinik menyebut bahwa alat CT-Scan ada, tapi tidak bisa digunakan karena daya listrik tidak stabil. Ketidaksinkronan informasi internal ini memunculkan dugaan soal buruknya koordinasi dan transparansi manajemen rumah sakit.

Ini menegaskan bahwa RSUD Labuha sedang berada dalam krisis tata kelola yang serius. Kasus RI hanyalah satu dari sekian banyak potensi korban dari sistem kesehatan yang pincang. Buruknya perencanaan, minimnya tanggung jawab pimpinan, dan lemahnya pengawasan anggaran membuat pelayanan kesehatan di wilayah terpencil seperti Halmahera Selatan jauh dari kata layak. 

Pemerintah daerah wajib segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen RSUD, memastikan dana digunakan secara tepat, dan prioritas utama haruslah pelayanan kesehatan berkualitas, terutama bagi pasien dengan kondisi kritis yang membutuhkan penanganan cepat dan profesional. (Firdaus/red)




Share:
Komentar

Berita Terkini