![]() |
Istimewa |
Alafanews.com, TERNATE - Aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), menjadi perhatian publik. Di sana, aktivitas pertambangan nikel ilegal diduga kian masif dan mengancam lingkungan serta mata pencaharian masyarakat setempat.
Di tengah meningkatnya sorotan, muncul informasi bahwa dugaan aktivitas tambang ilegal di Halmahera Timur juga melibatkan anak perusahaan Antam yakni PT Nusa Karya Arindo (NKA).
Ketua DPD PA GMNI Maluku Utara, Mudasir Ishak, menyuarakan kritik atas aktivitas tambang nikel PT NKA yang dinilai belum mengantongi sertifikat clean and clear (CnC).
"Kami mendesak pemerintah dan Aparat Penegak Hukum untuk segera menghentikan aktivitas mereka. Perusahaan tidak layak beroperasi jika izin tambang belum lengkap," ujar Mudasir di Ternate, Selasa (16/9).
PT NKA merupakan anak usaha Antam yang mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan Menteri ESDM pada 2022, dan berlaku hingga 2030. Sampai saat ini telah melakukan operasi produksi di atas wilayah konsesi seluas 20.763,00 hektar.
Mudasir mempertanyakan kemunculan nama PT NKA di Maba, Kabupaten Halmahera Timur. Ia menduga IUP PT NKA diterbitkan tidak melalui mekanisme lelang dan tidak ada jaminan rekralamasi serta jaminan pascatambang sebagaimana diwajibkan Undang-Undang. "Izin tambang bisa di bilang cacat, penerbitan IUP tanpa lelang itu melanggar Pasal 35 UU Minerba jo. UU No. 3/2020. Apalagi, tidak ada jaminan reklamasi dan pascatambang," bebernya.
Mudasir juga menambahkan bahwa PT NKA juga diduga telah melakukan aktivitas penambangan sebelum memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI).
Selain itu, perusahaan ini diduga kuat membabat hutan lindung seluas 116,10 hektar, hutan produksi konversi seluas 14,97 hektar, dan hutan produksi terbatas seluas 115,76 hektar.
PA GMNI Maluku Utara berjanji akan mengawal kasus ini dan akan menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta Kejaksaan Agung dalam waktu dekat. "Kami PA GMNI serta beberapa teman-teman LSM akan menyambangi KPK dan Kejagung mendesak mereka untuk mengusut kasus ini," tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, media masih berupaya mendapatkan klarifikasi resmi dari pihak PT Nusa Karya Arindo terkait legalitas aktivitas mereka serta dugaan penambangan terbuka di hutan produksi konversi. (*)