Alafanews.com, TERNATE - Aktivitas pertambangan nikel di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), menjadi perhatian publik. Di sana, aktivitas tambang "Tuyul" alias "Ilegal" diduga kian masif dan mengancam lingkungan serta mata pencaharian masyarakat setempat.
Istilah “tambang tuyul” ini digunakan sebagai anekdot atau sindiran untuk menggambarkan kegiatan pertambangan ilegal. Di sisi lain, penggunaan istilah “tambang tuyul” juga untuk mengekspos ilegalitas dan ketidakjujuran yang terkait dengan kegiatan pertambangan di Kabupaten Halmahera Timur.
Penelusuran Alafanews, praktik tambang nikel ilegal di Halmahera Timur diduga melibatkan PT Cakrawala Agro Besar (CAB). Sampai saat ini telah melakukan operasi produksi di atas lahan seluas 8.198,29 hektar di Desa Wayamli, Kecamatan Maba Tengah.
Perusahaan ini tercatat tidak mengantongi sertifikat Clear and Clean (CnC) yang menjadi syarat sahnya operasi pertambangan Mineral dan Batubara di Indonesia. Izin tambang diduga tidak melalui proses lelang sebagaimana diwajibkan Undang-Undang Minerba.
Tak hanya itu, dalam sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) tidak ditemukan data kepemilikan saham. Ketiadaan data kepemilikan saham dinilai melanggar Kepmen ESDM No. 78/2022, yang mengatur bahwa setiap perubahan susunan pemegang saham, direksi, dan/atau komisaris harus dilaporkan dan dicatat melalui aplikasi MODI.
MODI merupakan sistem aplikasi berbasis web milik Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk mengelola data terkait perizinan, produksi, dan kewajiban perusahaan pertambangan.
"Pencatatan kepemilikan saham merupakan kewajiban perusahaan, kalau tidak tercatat artinya perusahaan tidak patuh secara administratif dan harusnya dikenai sanksi, termasuk pencabutan izin," ujar Juru Bicara MPW Pemuda Pancasila (PP) Maluku Utara, Rafiq Kailul kepada wartawan di Ternate, Senin (22/9/2025).
Rafiq mengungkapkan aktivitas tambang ilegal ini membuat resah publik Maluku Utara lantaran minimnya pengawasan dari pemerintah dan aparat penegak hukum (APH). Karenanya, ia mendesak pemerintah dan APH untuk segera mengambil tindakan tegas.
Menurut dia, PT CAB telah mengeksploitasi sumber daya alam (SDA) demi keuntungan oknum, bukan untuk kesejahteraan rakyat. "Pemerintah jangan tinggal diam, harus tindak tegas perusahaan yang gagal secara administrasi. Sumber daya alam yang semestinya dikelola untuk kesejahteraan rakyat, ironisnya dieksploitasi oleh perusahaan tambang ilegal," ungkapnya.
Jalan Panjang Menuju Tata Kelola Bersih
Kasus tambang ilegal di Maluku Utara bukan sekadar soal izin administratif, melainkan refleksi krisis tata kelola pertambangan Indonesia. Negara berdiri di tengah badai kepentingan global, tekanan pasar, dan tuntutan masyarakat lokal.
Pertanyaan mendasarnya: Apakah pemerintah berani mencabut izin yang cacat hukum demi menjaga integritas hukum nasional dan masa depan lingkungan? Atau justru memilih jalan kompromi, membiarkan luka Maluku Utara semakin dalam?
Bagi masyarakat setempat, jawabannya sudah jelas. “Kami hanya ingin laut dan tanah kami tetap hidup. Lebih dari semua keuntungan nikel, itu yang terpenting bagi kami.”
Hingga berita ini diterbitkan, Alafanews masih berupaya mengkonfirmasi kepada pihak perusahaan terkait legalitas aktivitas mereka. (*)