![]() |
Fenomena perubahan air laut di kawasan pesisir Pulau Gebe Halmahera Tengah. |
Ternate - Aktivitas penambangan nikel ilegal di Pulau Gebe Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara semakin menggila. Ratusan alat berat berupa buldoser terus bergerak menjangkau lahan sesuai rencana perusahaan pemegang izin tambang.
Sedikitnya ada tujuh perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) mengeruk tanah di pulau ini. Perusahaan-perusahaan tersebut diduga beroperasi tanpa memenuhi status Clear and Clean (CnC) yang menjadi syarat sahnya operasi pertambangan mineral dan batubara di Indonesia.
Pemegang izin diduga gagal memenuhi syarat administrasi, lingkungan, hingga kewajiban finansial negara. Lebih jauh, tidak ada catatan lelang WIUP sebagaimana diamanatkan Pasal 51 dan 60 UU No. 3 tahun 2020 Jo UU No. 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara.
Dosen Fakultas Hukum Unkhair Ternate, Hendra Karianga, menegaskan bahwa izin-izin tersebut cacat prosedur dan harus dibatalkan oleh pemerintah, jika dibiarkan beroperasi maka itu masuk dalam kategori tambang ilegal.
“Secara hukum, izin-izin ini cacat sejak lahir, maka itu sudah termasuk pelanggaran dan masuk kategori tambang ilegal atau illegal mining," tegas Hendra.
Pemuda Pancasila Maluku Utara mengungkap ada lima perusahaan telah melakukan operasi produksi dan penjualan ore nikel. "Bayangkan saja kalau ore nikel yang kadarnya standar 1,2% kemudian dihargai US$ 24,5 dolar per metrik ton, sedangkan yang mereka eksploitasi sudah juta-juta metrik ton, berapa banyak kerugian negara?" ujar Rafiq Kailul Juru Bicara Pemuda Pancasila Maluku Utara, Sabtu (11/10/2025).
Rafiq mengatakan berdasarkan perhitungan tim hukum Pemuda Pancasila, yang dibantu oleh tenaga ahli, rincian perhitungan kerugian pulau Gebe angkanya mencapai Rp 7 triliun.
Kerugian ini mencakup dampak ekologis dan sosial yang ditimbulkan seperti kerusakan terumbu karang, hilangnya mata pencaharian nelayan, gangguan kesehatan masyarakat, serta dampak negatif terhadap pariwisata dan ekonomi lokal.
"Pencemaran dan kerusakan lingkungan di depan mata. Maka aktivitas perusahaan harus dihentikan oleh pemerintah," tegasnya.
![]() |
Salah satu kawasan izin tambang nikel yang terdapat di Pulau Gebe Halmahera Tengah |
"Segala kerusakan atas aktivitas tambang pun harus dipulihkan, baik di darat maupun perairan. Pemerintah harus mencabut izin perusahaan dan menjatuhlan sanksi ganti rugi kepada masyarakat serta pemulihan lingkungan," tambahnya.
Praktik tambang nikel ilegal di pulau kecil ini bukan fenomena baru. Aktivitas ini telah lama disebut-sebut melibatkan jaringan besar, bahkan diduga memiliki beking kuat sehingga sulit diberantas total.
Padahal, dampaknya jelas: kerusakan lingkungan, pencemaran sungai, hilangnya sumber air tawar, hilangnya potensi penerimaan negara, hingga konflik sosial di masyarakat.
Temuan ini menciptakan gemuru baru di provinsi kepulauan yang selama satu dekade terakhir menjadi episentrum eksploitasi nikel. Jika pemerintah pusat konsisten dengan perbaikan tata kelola pertambangan, pencabutan IUP di Pulau Gebe ini menjadi keniscayaan. Namun jika tidak, Maluku Utara bisa menghadapi krisis ekologis ganda: hancurnya ekosistem laut dan degradasi daratan. (*)