![]() |
Ilustrasi |
TERNATE - Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Smart Marsindo diduga bermasalah. Selain tidak menyampaikan rencana reklamasi atau rencana pascatambang, PT. Smart Marsindo juga belum memenuhi kriteria "Clear and Clean" (CnC). Persyaratan administratif dan legalitas yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hal itu diketahui melalui Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kendati demikian, perusahan nikel yang berlokasi di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah ini tetap beroperasi layaknya perusahan yang memiliki status CnC.
Dugaan pelanggaran lainnya, yaitu dalam proses penerbitan IUP PT. Smart Marsindo tidak dilakukan pelelangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Padahal, Smart Marsindo memproses biji nikel kadar rendah (limonit) menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik. Yang sepatutnya penerbitan IUP harus dilakukan melalui pelelangan.
Koordinator Lembaga Pengawasan Independen (LPI) Maluku Utara, Rajak Idrus mendesak pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Maluku Utara untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pemegang IUP PT. Smart Marsindo.
"Kalau perluh izinnya di cabut, karena ini cacat perizinan melanggar Undang-Undang," tegas Rajak ketika ditemui Alafanews di Ternate, Minggu (17/8/2025).
Dia menjelaskan keberadaan tambang non-CnC sangat menggangu aktivitas pertambangan karena seringkali tidak memenuhi standar keselamatan yang ditetapkan, sehingga pekerja berisiko tinggi terpapar bahaya dari aktivitas pertambangan yang dilakukan.
Di samping itu, aktivitas pertambangan non-CnC juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang singnifikan, termasuk pencemaran air dan udara, erosi tanah, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
"Apalagi perusahan semacam PT. Smart Marsindo yang tidak punya rencana reklamasi pascatambang, kemudian IUP-nya diduga kuat tidak melalui proses lelang, adalah sebuah pelanggaran yang pada akhirnya masyarakat yang akan kena dampak dari aktivitas mereka," timpalnya.
Perusahan pertambangan, baik pemegang IUP maupun IUPK, memiliki kewajiban untuk melakukan reklamasi dan jaminan reklamasi harus sudah disiapkan dan diajukan bersamaan dengan IUP Operasi Produksi.
"Perusahan harus menyediakan jaminan reklamasi, yang mungkin berupa dana tunai atau jaminan bank, namun jika itu tidak dilakukan kemudian mereka sudah beroperasi, maka itu melanggar peraturan dan dapat dikenakan sanksi, termasuk potensi pencabutan IUP," kata dia.
Dia juga mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tidak hanya melakukan pemeriksaan keuangan, tetapi juga melakukan audit terhadap kinerja PT. Smart Marsindo. Apabila ditemukan adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang, maka BPK harus merekomendasikan kepada pemerintah agar izin pertambangannya dicabut.
"Tidak ada alasan bagi pemerintah dan penegak hukum untuk tindak perusahan tambang yang belum memenuhi kriteria. Kami juga mendesak KPK untuk turun tangan melakukan evaluasi terhadap PT. Smart Marsindo,"pungkasnya.
Sementara itu, pihak PT. Smart Marsindo masih dalam upaya konfirmasi Redaksi Alafanews. (*)